Jalan Tanjung Api-api Berkah bagi Warga Sungsang

Senin, 09 Agustus 2010

KabarLinggau.Com - Dengan di bukanya jalan dari Palembang menuju Tanjung Api-api (Banyuasin), nyaris melumpuhkan pengusaha angkutan speedboat ke Sungsang.

Mirip nasib layanan kereta api Argo-Parahiyangan yang terpaksa ditutup, sejak tahun lalu, menyusul dibukanya jalur tol Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Padalarang) yang mempersingkat waktu tempuh Jakarta-Bandung.

Jalur sepanjang 76 kilometer menuju Pelabuhan Tanjung Api-api di Selat Bangka, memang belum rampung. Bahkan sejak setahun terakhir, belum ada tanda-tanda akan dilanjutkan. Sebagian besar ruas jalan ini sudah diperkeras menggunakan cor beton.

Terbukanya akses jalan bukan hanya memperlancar angkutan batubara dari Kabupaten Lahat melalui Pelabuhan Tanjunglago (km-30).

Percepatan perkembangan daerah pantai timur Banyuasin ini, tentu yang paling merasakannya penduduk pemukiman eks-transmigrasi dan warga Desa Sungsang, kawasan pemukiman baru yang tersebar.

Warga Sungsang, perkampungan nelayan yang terletak di muara Sungai Musi, tak lagi sepenuhnya bergantung pada alat transportasi speedboat. Hasil tangkapan ikan di sekitar Selat Bangka dan mobilitas warga bisa mempersingkat waktu tempuh ke Palembang.

Adi (28), nelayan dan pemilik bagan di Selat Bangka, ikut merasakan “kemajuan” ini. Hasil tangkapan dan ikan asin dapat diangkut dan terjual dalam waktu singkat dibandingkan menggunakan angkutan air.

Arus perputaran uang dan barang dirasakannya lebih cepat. Begitu barang diangkut dari bagan ke Desa Sungsang, sekitar 20 menit menggunakan speedboat atau 35 menggunakan kapal motor.

Angkutan yang sekaligus digunakan untuk memasok kebutuhan pokok pekerja bagan dan mengangkut hasil dari bagannya.

Begitu cepat perkembangan dibandingkan 10 tahun terakhir. Selain perilaku pengguna transportasi, dari kasat mata, warga Sungsang sudah sangat akrab dengan alat komunikasi telepon seluler.

Komunikasi warga di daratan (Sungsang) ke bagan-bagan yang jumlahnya 200-an lebih, bukan lagi menjadi persoalan.

“Dari sini (laut), tak ada kesulitan... sinyal bagus,” kata Adi yang menjalankan usaha mengikuti jejak orangtuanya.

Bisa dibayangkan, rumah-rumah warga yang sebagian berdiri di atas tiang yang tertancap ke badan Sungai Musi, dengan latarbelakang menara-menara operator telepon seluler.

“Masalahnya, batere. Hp (hand-phone) sering dimatikan untuk menghemat,” ujar Damsyik (18), pekerja bagan setiap bulannya hanya diizinkan tiga sampai empat hari pulang ke darat, maksudnya merapat ke Sungsang.

“Persoalannya, perkembangan ini tidak disertai dengan pembangunan di bidang sosial. Banyak remaja tak bersekolah, ini dianggap biasa di sini. Pemerintah harus memikirkan masalah seperti ini, jangan dibiarkan masyarakat berkembang sendiri,” kata Bambang Haryanto, pengacara dari Palembang, hari Minggu lalu, seusai berkunjung ke kawasan ini.

Bambang bersama 10 rekan sekantornya datang untuk mancing di bagan nelayan. Tim kecil ini merupakan bagian puluhan kelompok pemancing lainnya.

Mereka menggunakan mobil, dilanjutkan naik speedboat yang juga ruas jalan Palembang-Tanjung Api-api --yang entah kapan diselesaikan. Waktu pula yang akan membuktikan, proyek ini menjadi berkah atau petaka. (tris)
source: Sripoku.com

Berita Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BERITA TERKINI

Kabar Video